Senin, 26 Desember 2011

Debat Abu Hanifah dengan Ilmuan Kafir

kisah berikut ini adalah penuturan dari Imam Abu Hanifah. Pada zaman itu ada ilmuan besar yang sangat terkenal. Sayangnya, Ilmuan berkebangsaan Romawi ini seorang ateis dan menolak mentah-mentah keberadaan Tuhan.
     Ketika itu, para ulama diam saja dan tidak berusaha untuk menyadarkan si Ilmuan. Tentu saja tidak semua  diam, masih ada yang peduli dengan keberadaan tersebut. Hal ini bisa berbahaya jika membiarkan si Ilmuan mempengaruhi aqidah umat. Ulama yang dimaksud adlah guru Abu Hanifah yang bernama Hammad.

        Pada suatu hari, orang-orang sudah berkumpul di sebuah Masjid. Si Ilmuan naik mimbar dan menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya. Ada maksud tersembunyi dibalik tantangan itu. Sesungguhnya dia bermaksud menjatuhkan para ulama dengan argumen-argumen yang rasional.

       Si ilmuan semkin congkak, apalagi setelah tantangannya tak bersambut. Dia menyangka semua ulama itu pengecut sehingga tak ada seorang pun yang berani menyambut tantangannya. Hal ini semakin diperkuat dengan suasana di dalam masjid yang tiba-tiba hening. Beberapa orang saling pandang, ada pula yang mengarahkan pandangannyake deretan paling depan tempat beberapa ulama duduk.

        Dari sekian banyak hadirin, ada seorang pemuda yang merasa sebal melihat kecongkakan si ilmuan. Namun, dia berusaha menahan diri, barangkali ada ulama senior yang berani tampil menghadapi tantangan itu. Sang pemuda menunggu lama. Setelah yakin tak ada yang mau maju, barulah dia berdiri dan menuju mimbar.

     "Saya Abu Hanifah, siap berdebat denga Anda," kata sang pemuda sambil memperkenalkan diri.

     Semua mata hadirin tertuju ke arah Abu Hanifah. Mereka merasa heran melihat keberanian sang pemuda. Beberapa orang mengatakan salut kepada Abu Hanifah , si ilmuan sendiri heran melihat keberanian Abu Hanifah. Akan tetapi, kebanyakan orang bersikap sinis terhadap Abu Hanifah dan menyepelekan kemampuannya. Ada pula yang menanyakan motif  Abu Hanifah maju ke depan. Apakah sekedar asal tampil, membuat sensasi, atau mencari popularitas ?

       Wajah Abu Hanifah tetap tenang. Beliau tidak terpengaruh oleh berbagai bisikan yang ada, termasuk yang bernada miring sekalipun. Sikap Abu Hanifah sangat rendah hati. Dia menahan diri untuk berbicara karena masih terlalu muda, sementara di dalam masjid masih ada beberapa ulama senior. Dia sendiri berharap ada seorang ulama senior yang mau meladeni tantngan si ilmuan. Sayang, tidak ada seorangpun dari mereka yang mau naik mimbar.

"Silahkan Anda yang memulai," ujar Abu Hanifah mempersilahkan dengan sopan.

"Tahun berapa Tuhan kamu dilahirkan ?" tanya ilmuan kafir.

"Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan," jawab Abu Hanifah.

"Hmm, masuk akal jika dikatakan Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan. Lalu pada tahun berapa Dia ada?"

"Dia ada sebelum segala sesuatu ada," tegas Abu Hanifah.
"Bisa berikan contoh konkret mengenai hal ini?"

"Anda tahu tentang perhitungan ?" Abu Hanifah balik bertanya.
"Iya saya tahu."

"Angka berapa sebelum angaka satu ?"

"Tidak ada," jawab ilmuan kafir.

"Tidak ada angka lain yang mendahului angka satu. Lalu, mengapa Anda bingung  bahwa sebelum Allah itu tidak ada sesuatu pun yang mendahuluinya ?"

"Baiklah. Sekarang, dimanakah Allah berada ? Sesuatu yang berwujud pasti membutuhkan tempat, bukan?" lanjut si ilmuan.

"Anda tahu bentuk susu?" Tanya Abu Hanifah.

"Iya, saya tahu," jawab si ilmuan.

"Apakah di dalam susu itu terdapat keju ?"

"Ya, tentu."

"Kalau begitu, coba perlihatkan di mana tempat keju itu sekarang !"

"Jelas tidak ada tempat khusus. Keju itu bercampur dengan susu di seluruh bagiannya," jawab si ilmuan dengan semangat.
"Nah, keju saja tidak mempunyai tempat khusus di dalam susu. Tidak sepatutnya Anda meminta saya menunujkan tempat Allah berada."

"Tolong jelaskan Dzat Allah. Apakah wujud Allah itu benda padat seperti batu, benda cair seperti susu, ataukah sperti gas?"
"Anda pernah mendampingi orang sakit yang meninggal dunia?"

"Pernah."

"Awalnya, orang sakit itu bisa berbicara dan menggerrakan tubuhnya, bukan?"

"Ya, memang demikian halnya."

"Tetapi kenapa tiba-tiba orang sakit itu diam tidak bergerak ? Apa yang menyebabkan hal itu?"

"Jelas karena ruh orang tersebuttelah berpisah dari tubuhnya."

"Sewaktu ruh itu keluar, apakah Anda masih ada di sana ?"

"Saya masih di sana."

"Coba jelaskan, apakah ruh orang tersebut benda padat, cair, atau gas ?"

"Wah, kalau itu saya tidak tahu."

"Anda sendiri tidak dapat menerangkan bentuk ruh, apalagi saya harus menerangkan Dzat Allah yang menciptakan ruh."

"Lazimnya, sesuatu itu memunyai arah. Ke manakah Allah menghadapkan wajah-Nya sekarang ?" tanya si ilmuan lagi.

"Apabila Anda menyalakan lampu, ke arah manakah arah ccahaya lampu itu menghadap ?"

"Cahayanya menghadap ke semua arah."

" Lampu yang buatan manusia saja seperti itu, apalagi dengan Allah Sang  Pencipta alam semesta. Allah adalah cahaya langit dan bumi."

"Ada awal dan ada akhir. sesorang masuk surga itu ada awalnya, tetapi kenapa tidak ada akhirnya ? Mengapa surga danpara penghuninya itu kekal abadi ?" kata ilimuan melanjutkan pertanyaanya.

"Untuk itu, Anda bisa membandingkannya dengan perhitungan angka. Angka itu ada awalnya namun tidak ada akhirnya."
"Terus, bagaimana pula para penghuni surga makan dan minum tanpa buang hajat ?"

"Ini pernah Anda alami sewaktu di dalam rahim ibu. Selama sembilan bulan Anda makan dan minum tanpa pernah buang hajat. Anda baru buang air besar dan buang air kecil bebrapa saat setelah terlahir de dunia."

"Tolong jelaskan, bagaimana kenikmatan surga itu bisa terus bertambah tanpa ada habisnya !"

"Ada banyak hal yang semacam itu di dunia. Misalnya, ilmu. Ilmu tidak akan bisa habis atau berkurang jika ketika dimanfaatkan, malah semakin bertambah."

"Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa pekerjaan Allah sekaran ?"

"Sejak tadi Anda menjawab pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya hanya menjawab di atas lantai masjid ini. Kali ini untuk menjawab pertanyaan Anda, saya mohon Anda turun dari mimbar."

     Kemudian si ilmuan itu turun dari mimbar, sementara itu Abu Hanifah naik ke atas mimbar.

"Saudara-saudara, dari atas ini saya akan menjawab pertanyaan tadi.  Bisa Anda ulangi pertanyaan Anda ?" tutur Abu Hanifah setelah berada di atas mimbar.

"Apakah pekerjaa Allah sekarang ?" kata si ilmuan menyebutka inti pertanyaanya.

"Pekerjaan Allah tentu saja berbeda dari pekerjaan makhluk. Ada pekerjaan-Nya yang bisa dijelaskan. Pekerjaan Allah sekarang adalah menurungkan orang kafir seperti Anda dari atas mimbar, kemudian menaiknan seorang mukmin ke atasnya. Sepeti itulah gambaran pekerjaan Allah setiap waktu."
       Akhirnya, hadirin yangada di dalam masjid merasa puas denga jawaban-jawaban Abu Hanifah. Jelas, lugas, tegas, dan mudah difahami, bahkan oleh orng awam sekalipun.


Kamis, 22 Desember 2011

Jambu Biji




Buah yang berasal dari brazil ini ternyata mempunyai manfaat besar bagi tubuh. Tidak hanya sepak bolanya yang terkenal, melainkan buah yang berasal dari negara sepak bola ini juga terkenal di seluruh dunia. Siapa yang tidak tahu tentang buah tersebut. Buah yang segar dan enak ini ternyata memiliki khasiat tersendiri dalam tubuh.

Buah yang mengandung vitamin c cukup besar tersebut memberikan kesehatan bagi tubuh kita. Umumya buah ini digunakan sebagai obat trdisional dikalangan nenek moyang kita. Jus jambu biji “bangkok” juga dianggap berkasiat untuk membantu penyembuhan penderita demam berdarah dengue. Apa salahnya jika kita menggunakan obat tradisional kembali untuk kesehatan kita. Selain murah buah ini juga mudah di dapatkan di pekarangan rumah.
Selain itu masih ada manfaat lain yang bersumber dari buah ini. Buah jambu biji mengandung banyak vitamin dan serat, sehingga sangat cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging jambu biji yang merah mengidikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk kesehatan mata dan antioksidan. Buah jambu biji sangat cocok sekali dikonsumsi di siang hari karena buahnya yang segar dan mendinginkan badan.
Dari hasil penelitian pula disebutkan jambu kelutuk khususnya yang berwarna merah mengandung vitamin A dalam jumlah yang tinggi yakni sekltar 3,1 mg/100 g dibandingkan dengan jambu klutuk yang berwarna putih. Vitamin lain yang terkandung adalah vitamin B-tiamina (B1), riboflavin (B2), asid nikotinik dan asid pantotenik.

Sedangkan manfaat obat-obatan yang terkandung dalam jambu kelutuk karena jenis tanaman ini memiliki kandungan minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guaja vermin, kalsium oksalat dan beberapa vitamin, terutama A, B dan C serta mineral, Penelitian juga menemukan bahwa jambu kelutuk merah mengandungi fosforus, kalsium, besi, kalium, dan natrium.
Mengingat khasiatnya yang begitu besar, tak ada salahnya jika kita memanfaatkan lahan-lahan kosong yang ada untuk tanaman jambu biji ini. Apalagi, jambu kelutuk dapat tumbuh di dataran rendah seperti kawasan pantai sampai dataran tinggi dengan berketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut.